Sandyakala Smara koleksi terbaru Batik Kudus Denny Wirawan bersama Bakti Budaya Djarum Foundation. Pagelaran karya penuh cinta ini membawa kembali Batik Kudus kembali ke kota asalnya yang juga dikenal dengan nama Kota Kretek.
Seluruh upaya bersama Denny Wirawan ini berhasil mendekatkan kembali Batik Kudus pada publik, dan juga turut membantu menggerakkan perekonomian beberapa kelompok pembatik di Kudus yang masih konsisten berproduksi dan melestarikan Batik Kudus lewat Sandyakala Smara .
“Sandyakala Smara ini adalah bentuk dukungan tulus dalam melestarikan dan mengapresiasi kekayaan wastra budaya Indonesia, terutama Batik Kudus yang memukau dan menginspirasi kreativitas untuk terus mengeksplorasi serta memperkaya keindahan yang tak ternilai dari kain-kain Indonesia. Setelah 8 tahun perjalanan yang luar biasa, dengan bangga kami membawa Batik Kudus kembali ke akarnya, ke kota Kudus yang dikenal sebagai Kota Kretek, untuk perayaan penuh makna dan inspirasi,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
“Ini menggambarkan bahwa Kudus bukan hanya dikenal sebagai penghasil kretek, tetapi juga memiliki batik yang bernilai tinggi sekaligus menghargai perjalanan panjang dalam berkarya lewat kain dan pola yang telah memberikan warna baru bagi dunia mode Indonesia. Acara Sandyakala Smara ini juga dihadiri oleh sekitar 250 orang tamu undangan yang datang untuk mengenal dan menjelajahi budaya kota Kudus. Ini merupakan sebuah kesempatan untuk mengenalkan daya tarik Kota Kretek sehingga menjadi salah satu destinasi wisata yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat,”tambah Renitasari
Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 – 2024 ini mengajak kita untuk merasakan kisah indah yang terinspirasi dari keelokan Kebaya dan Kain Batik Kudus. Mengambil ciri khas gaya ‘Kebaya Encim’ serta kain Batik Kudus sebagai padanannya di dekade 1930-an hingga 1950-an, Denny Wirawan menghadirkan kembali kecintaannya terhadap wastra Indonesia yang mengalir tak pernah usai.
Memadukan mahakarya dari para artisan batik yang penuh keindahan dan filosofi, dalam helai-helai busana yang dibuat dengan cinta. Kolaborasi dengan para pembatik binaan Bakti Budaya Djarum Foundation dan para pembatik pesisir di Pekalongan, serta kolaborasi dengan kolektor batik Agam Riyadi, juga turut memperkaya koleksi batik yang ditampilkan pada gelaran Sandyakala Smara.
“Mengolah Batik Kudus kembali menjadi bagian penting dari perjalanan kreatif saya sejak tahun 2015. Tahun ini telah sewindu keindahan Batik Kudus memberikan inspirasi yang membuat saya terus mengeksplorasi dan berkreasi. Koleksi Sandyakala Smara saya persembahkan sebagai bentuk dedikasi untuk menggali lebih dalam lagi potensi-potensi yang ada pada motif Batik Kudus yang belum tereksplorasi, setelah sebelumnya hadir koleksi Pasar Malam, Padma, dan Wedari,” ungkap desainer Denny Wirawan.
Di Kota Kudus, popularitas batik yang sudah menjadi komoditas di tahun 1500an. Eksistensi Batik Kudus kian berkembang, utamanya pada tahun 1935 hingga dekade 1970-an. Batik yang diproduksi dengan penggarapan yang halus ini seringkali dikenakan oleh kalangan menengah ke atas. Pada perkembangannya, Batik Kudus mulai mengalami kemunduran pada tahun 1980-an. Kemunduran ini ditandai dengan semakin menurunnya jumlah pengrajin batik lantaran kemunculan batik printing dengan proses pembuatan yang lebih cepat dan harga yang lebih murah, sehingga membuat para pengrajin Batik Kudus mengalami gulung tikar karena tidak mampu beradaptasi.
Sejak tahun 2010, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan program pembinaan kepada para pengrajin Batik Kudus dan menghidupkan kembali para pengrajin yang tadinya telah beralih profesi, serta memupuk generasi baru penerus kerajinan Batik Kudus. Di tahun 2015, Bakti Budaya Djarum Foundation mulai berkolaborasi dengan desainer Denny Wirawan untuk mengangkat Batik Kudus dengan sentuhan unik dan inovatif.
Denny Wirawan menyatakan, “Koleksi Sandyakala Smara tak hanya sekadar busana, namun juga sebuah perjalanan budaya dan kreativitas yang mempertemukan antara masa lalu dan saat ini dengan harmoni. Sebuah perwujudan serta penghormatan atas warisan keindahan wastra dengan pembaruan yang dikemas dalam estetika yang memukau.”
Pagelaran busana ini diselenggarakan di bawah langit senja yang indah, mengambil lokasi di Rumah Adat Kudus Yasa Amrta. Acara ini bukan hanya sekadar pagelaran busana, tetapi juga merupakan sebuah peresmian bagi Rumah Adat Kudus Yasa Amrta yang diambil dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna kemuliaan abadi. Rumah adat Kudus yang juga disebut Joglo Pencu merupakan rumah tradisional yang mempesona dengan gaya arsitektur yang begitu khas dan indah.
Bangunan Joglo Pencu menampilkan dominasi ukiran-ukiran yang tak hanya bersifat dekoratif, melainkan juga sarat dengan makna filosofis yang mendalam. Dengan suasana senja yang memancarkan pesona sendiri, acara ini tidak hanya menghadirkan keindahan busana, tetapi juga menghormati warisan budaya dan seni arsitektur yang kaya di Kudus, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi semua yang hadir.
Sandyakala Smara
“Sandyakala Smara ini adalah sebuah persembahan istimewa sekaligus menghargai perjalanan panjang dalam berkarya melalui kain dan pola yang telah memberikan warna baru bagi dunia mode Indonesia. Semoga keindahan Batik Kudus yang ditampilkan dengan latar belakang langit dan rumah adat Kudus memberikan pengalaman berbeda yang menggugah hati dan merayakan warisan budaya yang kaya di tengah kita,” tutup Renitasari.
Acara seperti ini tidak dapat terselenggara tanpa dukungan dari berbagai pihak, antara lain Denny Wirawan, Epajewel, BCA Solitaire, Tiket.com, Padma Semarang, Oscar Daniel Makeup Artist & Team, serta Harper’s Bazaar Indonesia dan Herworld Indonesia selaku media partner. Semua pihak yang berkontribusi dengan tekad dan semangatnya masing-masing telah memainkan peran penting dalam menjadikan pagelaran busana Sandyakala Smara ini sebagai sebuah peristiwa luar biasa yang memukau.