Indo Seru – Nama Kompol Anggraini Putri kini jadi pusat perhatian publik. Dalam hitungan hari, sosok perwira menengah Polri ini berubah dari figur yang nyaris tak dikenal menjadi buah bibir di jagat maya. Warganet berbondong-bondong mencari tahu siapa dirinya, mulai dari biodata, latar pendidikan, hingga kisah rumah tangga yang penuh tanda tanya.
Di mesin pencari Google, nama Anggraini melonjak drastis. Di TikTok, berbagai unggahan soal dirinya viral. Pertanyaan netizen pun terus bermunculan: seperti apa wajahnya, siapa mantan suaminya, bahkan akun Instagram pribadinya diburu.
“Muka asli bu Kompol mana?” tanya seorang pengguna TikTok di kolom komentar, menggambarkan rasa penasaran publik yang makin membesar.
Profil Singkat Kompol Anggraini Putri
Dari data yang ada, Anggraini Putri bukanlah sosok sembarangan. Ia menyandang gelar Sarjana Ilmu Kepolisian (S.I.K.) sekaligus Magister Sains (M.Si.). Kini ia berpangkat Komisaris Polisi (Kompol).
Namun, perjalanan kariernya jarang terekspos media. Riwayat penempatan dinas terakhirnya bahkan nyaris tak ditemukan di ruang publik. Satu hal yang sempat mencuat: ia disebut sudah bercerai dan terlibat sengketa hak asuh anak. Identitas mantan suaminya tetap misterius, mempertebal kabut penasaran.
Cinta Terlarang dengan Irjen Krishna Murti
Nama Kompol Anggraini Putri semakin melambung setelah terseret isu asmara dengan Irjen Pol. Krishna Murti, seorang jenderal populer yang saat itu menjabat Kadiv Hubinter Polri.
Isu ini pertama kali diungkap aktivis Rismon Sianipar lewat kanal YouTube, lalu menyebar cepat di media sosial. Dari situ, publik mengetahui dugaan hubungan khusus yang terjalin sejak 2018—saat Krishna masih berstatus suami sah dari Nany Ariany Utama, S.E., dengan dua anak.
Fakta-fakta yang terkuak dalam gelar perkara Divpropam Polri pada 29 Juli 2025 membuat publik terperangah:
Krishna diduga memberi fasilitas apartemen di Kemang Village.
Kompol Anggraini Putri mendapat mobil Pajero yang diganti BAIC, aliran dana rutin Rp50 juta per bulan, hingga kartu kredit. Keduanya berkomunikasi dengan panggilan mesra “papapz” dan “mamamz”.
Ada bukti rekaman CCTV saat Krishna menginap di apartemen Anggraini pada 15–16 Juli 2025. Bahkan, sang jenderal pernah mengajak Anggraini menikah siri, namun ditolak.
Hubungan itu bukan sekadar gosip. Kesaksian, dokumen, hingga bukti rekaman memperlihatkan ikatan emosional yang panjang, bercampur janji-janji manis, bantuan hukum perebutan anak, dan restu setengah hati dari orang tua Kompol Anggraini Putri.
Guncangan di Tubuh Polri
Kasus ini tak berhenti pada gosip. Polri bergerak cepat. 5 Agustus 2025, Krishna resmi dimutasi menjadi Staf Ahli Kapolri, hanya sepekan setelah gelar perkara tertutup digelar di Gedung Presisi.
Sementara itu, Anggraini masih menghadapi sidang etik. Ancaman sanksi yang menantinya tidak main-main: dari penurunan pangkat, mutasi, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim, menyatakan kasus ini jelas masuk ranah pelanggaran etika. Ia menegaskan, Polri perlu transparan dan konsisten dalam menegakkan kode etik, tanpa pandang bulu.
“Masalahnya diduga masalah rumah tangga. Tapi jika ditarik ke norma kode etik, ruangnya jelas ada: pelanggaran etika kepribadian atau kelembagaan,” ujarnya.
Tamparan Keras bagi Institusi
Bagi publik, kasus ini lebih dari sekadar skandal asmara. Ini adalah cermin rapuhnya integritas di tubuh Polri. Hubungan pribadi yang melibatkan fasilitas dinas dan jabatan strategis menimbulkan pertanyaan serius: seberapa tegas Polri menindak anggotanya sendiri?
Kasus Anggraini dan Krishna menambah daftar panjang noda moral di institusi yang seharusnya menjadi benteng keadilan.
Di satu sisi, publik geram dan kecewa. Di sisi lain, ada keharuan yang muncul saat menyadari bahwa kisah Anggraini Putri bukan hanya tentang cinta terlarang, tetapi juga tentang perempuan yang pernah berjuang sendirian merebut hak asuh anak, terjebak dalam janji-janji manis seorang jenderal.
Kini, semua mata menunggu: apakah Polri benar-benar akan menegakkan aturan, atau justru memberi ruang kompromi bagi perwira tinggi?
Skandal ini membuka lembaran kelam di tubuh Polri. Ia menunjukkan bahwa pelanggaran etik tak hanya merusak nama pribadi, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Bagi Kompol Anggraini Putri, sosoknya mungkin akan selalu diingat publik sebagai polwan yang terseret badai asmara. Namun di balik itu, ia juga menjadi simbol betapa rentannya integritas aparat jika tidak dijaga dengan teguh.
Publik kini menanti sidang etik berikutnya. Apakah ini menjadi awal reformasi etik di tubuh Polri, atau justru hanya akan jadi catatan pahit yang terlupakan?