Yayasan Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution Bersama Yayasan Masjid Cut Meutia menyelenggarakan acara ‘Milad ke-106 Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution’ pada hari Minggu, 15 Desember 2024 di Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara ‘Milad ke-106 Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution’ yang diselenggarakan Yayasan Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution Dalam rangka mengenang hari lahir Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution serta mengingat kembali semangat dan nilai-nilai perjuangan beliau agar menjadi tauladan bagi kita dan generasi penerus,
Sebelumnya acara Milad gelaran Yayasan Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution seperti ini telah diselenggarakan dengan mengambil tempat yang berbeda. Namun Milad kali ini menjadi yang pertama digelar di Masjid Cut Meutia, Jakarta.
Acara Yayasan Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution ini sendiri meliputi sambutan dari keluarga yang diwakilkan oleh cucu pertama Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution, Eka Trisny Edyanti Nurdin, sambutan dari Ketua Yayasan Masjid Cut Meutia Bapak H. Benny Suprihartadi, pembacaan Ayat Suci Alquran, Yasin,Tahlil dan doa serta ditutup dengan Tausiyah dengan tema “Keteladanan dan Nasionalisme” dari K.H. Dr. Sayid Qutub S.Th.I., M.Si., M.Pd., Al Hafizh. Pada kesempatan tersebut K.H Dr. Sayid Qutub kembali mengingatkan 5 wasiat dari almarhum Jenderal A.H Nasution, yatu jengan meninggalkan shalat, bersikap adil kepada sesame, hidup sederhana, berhati jujur dan selalu ingat kepentingan orang lain.
Acara ‘Milad ke-106 Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution’ ini juga dihadiri oleh beberapa tamu undangan VIP, kerabat dan keluarga. Dalam sesi wawancara usai acara, keempat cucu Jenderal A.H Nasution yang terdiri Eka Trisny Edyanti Nurdin, Marisa Edyana Nurdin, Marina Edyanti Nurdin dan Evita Fitria Edyani Nurdin mengungkapkan tentang kegiatan hari itu.
“Kita kan baru bikin Yayasan Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, ini sebagai acara pertama dari Yayasan yang kita buat. Sebenarnya tiap tahun sih kemaren juga sempat buat di kampung Opa. Sekarang ini benar-benar yang aku dan adek-adek dan keluarga. Kita mau meneruskan legacy-nya Opa, Oma, Mama, yang bergeraknya di bidang sosial. ungkap Eka Trisny Edyanti Nurdin. “Yang membedakan dengan haul sebelumnya adalah di Haul ini sudah tidak ada Papa, Mama. Pertama kalinya kita bikin berempat. Jadi kalau berhenti di cucu-cucu saja kan banyak yang tidak tahu tentang sejarah Opa” tambah Eka.
Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution lahir tanggal 3 Desember 1918 di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Tapanuli Selatan. Awalnya oleh orang tuanya dia diharapkan menjadi guru, sehingga selepas sekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Kotanopan, Nasution melanjutkan sekolah guru Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) di Bukittinggi dan Bandung. Pendidikan militernya dimulai ketika pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan. Nasution memutuskan bergabung.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Nasution bergabung ke dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tahun berikutnya dia dipercaya menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi dengan tugas pokok memelihara keamanan Jawa Barat. Di sini Nasution mengembangkan teori perang teritorial yang menjadi doktrin pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di masa depan. Taktik perang gerilya ini kemudian disetujui Panglima Jenderal Sudirman digunakan dalam melawan agresi militer Belanda.
Di masa perjuangan mengembalikan Irian Barat, Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution merupakan wakil panglima Komando Tertinggi (KOTI). Dia menugaskan Brigjen Soeharto untuk membuat unit kekuatan strategis yang akan siaga, siap ketika dipanggil untuk melakukan tindakan setiap saat. Menjelang pertengahan 1960-an, seiring menguatnya pengaruh PKI, muncul ide PKI membentuk angkatan kelima yang terdiri atas buruh dan tani. Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu termasuk yang menolak ide itu. Sehingga dalam pemberontakan G-30-S, PKI kemudian berusaha menyingkirkan beliau. Namun, takdir berkata lain, putri kedua beliau, Ade Irma Suryani gugur sebagai kusuma bangsa. Sementara Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution sendiri berhasil lolos.
Ketika tuntutan pembubaran PKI semakin marak, Jenderal Dr. A.H. Nasution menjabat ketua MPRS di mana antara lain menetapkan larangan PKI. Setelah pensiun dari tugas kenegaraan, kegiatan Jenderal Dr. A.H. Nasution lebih banyak diisi dengan menulis buku, antara lain ‘Sekitar Perang Kemerdekaan’, ‘Pokok-Pokok PeranGerilya’ dan ‘Memenuhi Panggilan Tugas’. Beliau juga aktif di dunia Pendidikan, hingga wafat pada tahun 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP), Kalibata, Jakarta Selatan. (Qenny)