Dougy Mandagi atau Bloodmoon dari band asal Melbourne The Temper Trap, Produser musik elektronik dan vokalis kelahiran Indonesia yang kini berbasis di Berlin baru saja merilis single perdananya yang berjudul ‘Disarm’.
Dougy Mandagi bersama label baru asal UK Eat Your Own Ears Recordings bersama Future Classic dan Liberation Records. Dougy memproduseri trek ini bersama Jono Ma, founding member dari duo kreatif Jagwar Ma.
Dengan sentuhan ajaibnya, Jono Ma berhasil memberikan warna yang mendalam pada vokal Dougy Mandagi yang intens dan menyentuh.
Sebagai perkenalan terhadap dunia sonik Bloodmoon, trek pilu ‘Disarm’ memperlihatkan kemampuan Dougy Mandagi dalam menguasai sisi emosional dari lanskap elektronik kota tempat tinggalnya, Berlin.
Dilengkapi dengan video neo-futuristik karya sutradara tersohor Alex Massey, ‘Disarm’ menandai awal era progresif dan eksperimental pada karir solo Dougy Mandagi.
Mendapat pengaruh dari nama-nama lokal seperti Moderat, Frankey & Sandrino, dan Impérieux, lagu ini terdengar seperti perkawinan indah antara masa kini dan masa lalu Dougy, dengan lirik yang secara tidak sadar bercerita tentang transisi beraninya dalam kehidupan bermusiknya.
Bassline yang luar biasa dan ketukan drum yang ringan dari Jono Ma disandingkan dengan lirik yang menawan oleh Dougy, dalam komposisi yang terdengar intens sekaligus memikat. Hasilnya, sebuah single yang mudah didengarkan dan digemari, mengingatkan kita akan lagu hit The Temper Trap, Sweet Disposition, yang berhasil terjual lebih dari tiga juta kopi secara global.
“Saat saya menulis lagu, seringkali rasanya seperti sedang melemparkan umpan pancingan dan berusaha menunggu ikan datang untuk menggigit. Tidak dengan lagu ini. Menulis ‘Disarm’ rasanya seperti ada ikan yang terbang dari dalam laut dan mendarat di perahu saya.”kata Dougy mengenai proses dibalik ‘Disarm’ dikutip dari siaran persnya
“Saya mengerjakan melodi setiap hari dan membawa lagu ini ke Jono Ma — kami beberapa kali berkolaborasi pada sejumlah lagu lampau dan saya percaya bahwa kami berhasil menciptakan sesuatu yang benar-benar segar dan istimewa. ‘Disarm’ terbentuk dengan mudah, baik dari segi musik maupun lirik. Lagu ini begitu personal dan seakan-akan muncul dari dasar laut, berenang ke atas, sampai akhirnya terbang menerobos permukaan air.”tambahnya.
Perjalanan hidupnya sebagai bocah Indonesia yang tumbuh di Amerika, remaja yang menjalani masa SMA di Bali dengan aksen Amerika yang kental, lalu menjadi salah satu frontman POC (orang kulit berwarna – people of colour) di tengah dominasi penyanyi kulit putih pada skena indie rock Australia di awal tahun 2000-an, membuat Dougy selalu merasa seperti orang asing.
Setelah mengukuhkan posisi The Temper Trap sebagai musisi internasional terbesar asal Australia pada dekade ini dengan penjualan album yang mencapai 1 juta kopi di dunia, sertifikasi platinum di US & UK, 1 nominasi BRITS, 2 album dengan peringkat #1 ARIA, dan 4 penghargaan ARIA di Australia, Dougy memutuskan untuk hiatus sejak tahun 2016 dan berusaha mencari sesuatu yang baru untuk dirinya sendiri.
Dougy pindah dari London ke Berlin, dan di sanalah Bloodmoon lahir. Setelah melalui sejumlah pengalaman yang mengubah hidupnya di klub ternama Berghain — Dougy mengikuti kata hati untuk menjalani kecintaannya pada musik elektronik.
Dengan begitu banyak kisah menarik dan perspektif alternatif, Dougy Mandagi tidak hanya menemukan iterasi musik terbarunya melalui Bloodmoon ia menemukan jati dirinya. (EH)