Indo Seru – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang membawa harapan bagi anak-anak sekolah di Kalimantan Barat justru menghadapi jalan terjal. Gubernur Kalbar Ria Norsan dengan jujur mengungkap sejumlah persoalan yang membuat program ini belum berjalan sesuai harapan.
Sejak awal, program ini diharapkan mampu memastikan anak-anak mendapatkan makanan sehat dan bergizi setiap hari di sekolah. Namun kenyataan di lapangan berbeda. Koordinasi yang semrawut menjadi keluhan utama.
“Koordinator Makan Bergizi Gratis ini kebanyakan. Ada dari umum, partai, TNI, dan kepolisian. Jadi bingung mau ke mana arahnya,” kata Norsan, Jumat (19/9/2025).
Ia mengaku pusing dengan kondisi tersebut. Padahal, koordinasi yang jelas sangat penting agar bantuan tepat sasaran. Pemerintah Provinsi Kalbar bahkan sudah melobi pemerintah pusat agar menunjuk satu koordinator khusus Makan Bergizi Gratis untuk Kalbar. Dengan begitu, masalah bisa lebih cepat diatasi tanpa saling menyalahkan.
Dana Makan Bergizi Gratis Tergerus, Pemasak Jadi Korban
Kendala lain yang membuat hati terenyuh datang dari dapur para penyedia makanan. Norsan mengungkapkan, anggaran yang seharusnya Rp15.000 per anak ternyata tak sampai ke tangan pemasak.
“Kadang yang sampai tinggal Rp10.000. Untuk sewa dapur Rp2.000 lagi, jadi bersihnya cuma Rp8.000. Itu yang kasihan,” ujarnya.
Bayangkan, dengan dana sekecil itu, para pemasak harus berjuang menghadirkan menu bergizi. Harapan agar anak-anak bisa makan sehat pun terancam hanya tinggal slogan.
Dapur Jauh, Makanan Jadi Basi
Norsan juga turun langsung meninjau pelaksanaan Makan Bergizi Gratis di beberapa sekolah. Di Rasau Jaya, ia menemukan pemandangan yang memilukan: sayur basi tersaji di depan anak-anak sekolah.
“Kalau dapur terlalu jauh, makanan bisa rusak di perjalanan. Anak-anak pun menunggu lama. Kalau memang sekolahnya jauh, lebih baik dana langsung disalurkan ke sekolah, biar mereka yang masak sendiri,” jelasnya.
Pernyataan ini menohok sekaligus menyiratkan kepedulian mendalam. Anak-anak yang seharusnya ceria menyantap makanan sehat, justru harus berhadapan dengan menu yang tidak layak konsumsi.
Persoalan lain yang tak kalah penting adalah pendampingan ahli gizi. Hingga kini, belum semua ahli gizi diturunkan ke lapangan. Padahal kehadiran mereka sangat vital untuk memastikan menu benar-benar sesuai kebutuhan gizi anak.
“Kalau saya lihat, Makan Bergizi Gratis ini memang belum standar. Ahli gizi juga belum semua turun. Jadi perlu dievaluasi lagi,” tegas Norsan.
Di balik semua masalah itu, ada harapan yang terus dijaga. Program MBG seharusnya menjadi tonggak bagi peningkatan kualitas generasi muda Kalbar. Namun untuk sampai ke sana, banyak hal yang perlu dibenahi: koordinasi tunggal, dana yang transparan, dapur dekat sekolah, hingga pendampingan ahli gizi yang konsisten.
Anak-anak Kalimantan Barat pantas mendapatkan makanan sehat. Mereka tidak boleh menjadi korban dari program yang setengah jalan. Harapan itu kini ada di tangan pemerintah pusat, daerah, dan semua pihak yang terlibat.



