Indo Seru — Tragedi keracunan massal kembali menyelimuti dunia pendidikan di Garut. Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang semestinya jadi solusi bagi nutrisi anak sekolah, kini justru menjadi sumber malapetaka.
Kasus terbaru yang menimpa pelajar di Kecamatan Kadungora menjadi pukulan telak bagi masyarakat dan publik luas. Keracunan massal kembali terjadi. Lagi-lagi, dugaan kuat mengarah pada makanan dari program MBG.
Tragedi keracunan massal ini bukan yang pertama. Namun kali ini, masyarakat tampaknya mulai kehilangan kesabaran. Rasa marah, kecewa, dan cemas kini menguat, terutama di kalangan orang tua dan aktivis mahasiswa.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Garut merespons keras insiden ini. Dalam pernyataan resminya, mereka menyebut bahwa apa yang terjadi bukan lagi kesalahan teknis biasa. Ini adalah alarm bahaya bahwa pelaksanaan Program MBG di Kabupaten Garut sedang berada di ambang kehancuran.
“Keselamatan generasi penerus bangsa dipertaruhkan hanya demi proyek yang dipaksakan. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bentuk abai terhadap masa depan anak-anak Garut,” tegas PMII Garut dalam keterangan resminya.
PMII Garut menyebut bahwa dapur penyedia makan siang (SPPG) selama ini diawasi secara longgar. Bahkan, ada dapur yang masih beroperasi tanpa izin Standar Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Situasi ini, menurut mereka, sangat membahayakan dan tidak bisa lagi ditoleransi.
Tak hanya bicara, PMII Garut juga melayangkan lima tuntutan keras yang ditujukan langsung kepada Pemerintah Kabupaten Garut dan Satgas MBG:
- Hentikan sementara Program MBG hingga seluruh dapur SPPG benar-benar mengantongi izin SLHS.
- Segera tutup dapur-dapur ilegal yang beroperasi tanpa izin SLHS.
- Lakukan evaluasi menyeluruh, bukan hanya seremonial, oleh Ketua Satgas MBG (Sekda Kabupaten Garut).
- Copot Koordinator Wilayah SPPG karena dianggap gagal melakukan pengawasan.
- Usut tuntas secara hukum dapur-dapur yang lalai dan beri sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku.
“Anak-anak Bukan Kelinci Percobaan”
Pernyataan paling tajam muncul dari kecaman PMII terhadap keselamatan siswa.
“Anak-anak Garut bukan kelinci percobaan. Mereka berhak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan dari negara.”
Kalimat itu menyentak kesadaran publik. Bukan hanya soal makanan, tapi tentang masa depan. Tentang nyawa.
Program MBG sejatinya dirancang dengan niat mulia dari pemerintah pusat: memberi asupan nutrisi untuk anak sekolah agar tumbuh sehat dan cerdas. Namun kenyataannya di lapangan jauh dari ekspektasi.
Standar keamanan makanan yang seharusnya dijaga ketat malah diabaikan. Anak-anak menjadi korban paling rentan dari kelalaian sistemik yang terus berulang.
PMII Garut menegaskan, jika program MBG ingin terus berjalan, maka transparansi dan evaluasi total adalah harga mati. Setiap dapur penyedia makanan harus diaudit, diuji, dan dipastikan aman sebelum diberi tanggung jawab menyuplai makanan ke ribuan siswa.
Jika Pemerintah Kabupaten Garut dan Satgas MBG masih terkesan lamban dan acuh, PMII tak segan untuk melakukan konsolidasi bersama organisasi lain.
“Kalau pemerintah daerah terus cuek, kami akan galang konsolidasi lebih luas. Ini soal nyawa dan masa depan generasi penerus bangsa.”